Category Archives: soeharto

Tes Kelinci

Kepolisian, ABRI, dan badan intelejen BIA saling menyombong bahwa merekalah yang terbaik dalam menangkap penjarah yang sedang marak saat sekarang. Soeharto merasa perlu untuk melakukan tes terhadap hal ini.
Soeharto melepas seekor kelinci kedalam hutan dan ketiga kelompok pengikut tes di atas harus berusaha menangkapnya
BIA masuk ke hutan. Mereka menempatkan informan-informan di setiap pelosok hutan itu. Mereka menanyai setiap pohon, rumput, semak dan binatang di hutan itu. Tidak ada pelosok hutan yang tidak di interogasi. Setelah tiga bulan penyelidikan hutan secara menyeluruh akhirnya BIA mengambil kesimpulan bahwa kelinci tersebut ternyata tidak pernah ada.
ABRI masuk ke hutan. Setelah dua minggu kerja tanpa hasil, mereka akhirnya membakar hutan sehingga setiap mahluk hidup didalamnya terpanggang tanpa ada kekecualian. Akhirnya kelinci tersebut tertangkap juga hitam legam, mati … tentu saja.
Kepolisian masuk hutan. Dua jam kemudian, mereka keluar dari hutan sambil membawa seekor tikus putih yang telah hancur-hancuran badannya dipukuli. Tikus putih itu berteriak-teriak: “Ya … ya … saya mengaku! Saya kelinci! Saya kelinci!”

Matematika Uang

Di salah satu sekolah dasar di Yogyakarta, seorang guru mengajarkan matematika, dengan menggunakan uang rupiah sebagai sarana penyampaiannya.
Bu Guru bertanya, “Perhatikan anak-anak, pada uang rupiah yang bergambar Pak Harto berapakah nilai rupiahnya?”
Murid-murid menjawab, “Lima puluh ribu, Bu Guru!”
Bu Guru bertanya lagi, “Sekarang perhatikan, pada uang rupiah yang bergambar monyet di hutan berapakah nilai rupiahnya?”
Murid-murid menjawab, “Lima ratus, Bu Guru!”
Untuk mentest kekuatan penalaran murid-muridnya, dengan penuh selidik, Bu Guru bertanya, “Jadi apa kesimpulan yang dapat kita tarik dari gambar dan nilai masing-masing uang rupiah tersebut anak-anak?”
Murid-murid secara serempak menjawab, “Lima puluh ribu dibagi lima ratus adalah seratus, Bu Guru. Jadi menurut mata uang kita, Pak Harto sama nilainya dengan seratus monyet di hutan, Bu Guru!”

Pengalaman Soeharto

Seperti jamaknya pensiunan jendral ABRI di negara kita, mereka masih dipekerjakan di sektor swasta atau di lembaga-lembaga lain yang membutuhkan atau dipaksa untuk membutuhkan. Kata mereka yang membela sistem ini adalah untuk mengurangi dampak negatif dari apa yang terkenal dengan “post power syndrome.”
Rupanya Soeharto pun tidak lepas dari kerangka berpikir seperti di atas. Jadi dia memang masih berharap jika dia pensiun dari presiden, masih dibutuhkan di tempat lain.
Namun, sebagai jendral, rupanya dia sudah membayangkan skenario yang bakal terjadi kalau dia pensiun. Beginilah bayangan dia: “Kalau saya nanti pensiun, dan akan ditempatkan di suatu perusahaan, pasti akan diadakan wawancara dahulu.” Kemudian Soeharto membayangkan percakapan dalam wawancara tersebut adalah sebagai berikut:
Pewawancara, “Pak Harto, apakah pengalaman bapak sebelum ini?
Soeharto menjawab, “Saya berpengalaman menjadi presiden!”
Pewawancara, “Apakah Pak Harto berpengalaman mendidik isteri?”
Soeharto menjawab dengan agak malu, “Saya tidak berpengalaman”
Pewawancara, “Apakah Pak Harto berpengalaman mendidik anak?”
Soeharto menjawab dengan tersipu, “Saya tidak berpengalaman”
Pewawancara terus saja melontarkan pertanyaan-pertanyaan yang biasa dilontarkan kepada orang-orang biasa, ternyata setiap pertanyaan tersebut dijawab oleh Soeharto dengan “tidak berpengalaman” yang tentu saja betul. Oleh karena itu, Soeharto, setelah membayangkan kemungkinan diterima untuk menjadi pegawai di suatu perusahaan adalah kecil, dan mengingat dia tidak punya pengalaman selain menjadi presiden, maka dia bersumpah dalam hati: “Aku harus jadi presiden, sampai mati!, karena itu saja yang saya pengalaman.”

Arwah Machiavelli

Arwah Machiavelli berkeliling dunia hendak melihat konsep kekuasaan di berbagai negeri. Pada Presiden Prancis ia bertanya, ” bagaimana cara anda bisa berkuasa?” Dijawab, “kalau saya dipilih via pemilu, yang suka memilih saya, yang tidak suka boleh jadi oposisi!”
Pada Presiden Amerika ia bertanya, ” Bagaimana kau bisa berkuasa?” Dijawab, ” Saya bisa berkuasa karena para bankir dan pengusaha ada di belakang saya.”
Pada Presiden Rusia ia bertanya, ” Bagaimana kalian bisa berkuasa?” Dijawab, ” Saya bisa berkuasa karena menjanjikan kemakmuran bersama.”
Pada Presiden Indonesia ia juga bertanya. “Bagimana cara kau bisa terus berkuasa.” Dijawab, ” Karena Saya Berkuasa!”.
Machiavelli bersujud.

Joko Handoko

Sehabis mengadakan kunjungan yang memalukan ke Selandia Baru, Menteri Joop Ave dipanggil Babe kita ke Cendana (agar lebih privat), selain menanyakan kasusnya, Babe kita ini juga “agak” mengingatkan menterinya ini karena menurut data yang ada, turis asing yang berkunjung ke Indonesia agak menurun kuantitasnya.
Gara-garanya adalah kebanyakan orang asing tahu bahwa menteri Parpostel Indonesia nama-nya pakai nama Belanda, jadi dibenak mereka apa bedanya dengan berkunjung ke negeri Belanda saja.
Untuk itu Babe kita menyarankan agar Joop ave ganti nama saja yang berbau Indonesia (khusunya Jawa) sehingga lebih berkesan tradisional dan lebih menarik minat turis asing.
Dengan sendiko dawuh Joop Ave menuruti saja kemauan Babe kita ini dan mengusulkan beberapa nama alternatif, namun rupanya Babe kita ini masih kurang berkenan sehingga dengan suara agak keras beliau ini berkata “Mulai detik ini nama kamu saya ubah menjadi JOKO HANDOKO”.
Dengan takut-takut si Joop ini bertanya “Artinya dan maknanya apa Pak?”. “Artinya kamu adalah seorang perjaka yang HANya DOyan KOnci” jawab Babe Soeharto dengan sedikit meringis.

Rajane Presiden

… ada pejabat pemerintah Indonesia mengadakan peninjauan lapangan di sebuah kampung di pelosok Pulau Madura (Jatim). Seperti biasanya kalau ada pejabat pemerintah (dari Jakarta) yang datang masyarakat dikumpulkan untuk menyambut tamu tersebut, sekalian untuk tatap-muka dan berdialog. … setelah berdialog kesana-kemari akhirnya pejabat tersebut ingin mengetest pengetahuan masyarakat setempat …, maka dia tanya kepada seorang pria berumur 40 tahunan …, sebut saja bapak A.
Pejabat: ” … bapak A, apakah bapak tahu siapa presiden Republik Indonesia?”
Bapak A: ” … yok apa sey (gimana sih), … presiden Republik Indonesia … ya banyak sekali pak!”
Pejabat (… sedikit bingung dan geli …): “Lho … apa maksud bapak?”
Bapak A: “Yaah … presiden Republik Indonesia memang banyak pak, tergantung keadaan pak, … kadang-kadang ya pak Harmoko (ket: MenPen), … kadang-kadang ya pak Ali Alatas (ket: MenLu), … tergantung lah pak, … siapa yang muncul di televisi …”
Pejabat ( … masih geli dan tetap ingin tahu … ): “Nah … kalau begitu siapa dong Pak Harto itu?”
Bapak A (dengan semangat tinggi menjawab): “Wah kalau Pak Harto itu jelas RAJANE PRESIDEN … pak!”

Rehabilitasi oleh Tuhan

Di akherat, Tuhan memerintahkan malaikat untuk memberi rehabilitasi pada para jendral militer yang banyak membunuh rakyat. Untuk itu mereka akan dikirim kembali dunia, dan ditanyakan apa yang akan dilakukan.
Jendral Franco dari Spanyol, “terima kasih Tuhan, aku akan meminta maaf pada rakyatku, lalu menjadi biarawan dan memuji namaMu.”
Jendral Salazar dari portugal, “terima kasih Bunda Maria, aku akan pergi dari pintu ke pintu di seluruh negeri untuk minta dikasihani.”
Jendral Pinochet dari Chile. “terima kasih Jesus, aku akan menjadi buruh miskin dan memimpin mereka melawan ketidakadilan.”
Seorang Jendral dari Indonesia berkata, “Ampun Tuhan! Tolong jangan kirim saya ke dunia! Kirim saja saya ke neraka. Biarlah 2 Juta orang komunis menghujat saya, Ribuan dan ratusan warga Priok, Nipah, Lampung, Tim-Tim, Aceh , dan korban 27 Juli mengumpat saya! Di dunia sana, 190 juta orang tidak segan untuk membunuh saya dua kali.”

Melangkahi Mayat Tien

Beberapa bulan setelah ditinggal mati Tien, Soeharto sering berkunjung secara periodik ke Astana Giri Bangun dimana Tien dikuburkan. Beberapa pengawal pribadi yang kebetulan melihat, menceritakan bahwa Soeharto ternyata berkali-kali melangkahi makam Tien.
Usut punya usut, ternyata penyebabnya adalah semasa hidupnya, Tien pernah berkata kepada Soeharto bahwa kalau suaminya mau menyeleweng atau beristeri lagi, Tien berujar bahwa Soeharto harus melangkahi mayatnya dulu. Rupanya Soeharto sangat patuh dengan pesan isterinya itu. Jadi itulah kenapa dia sering melangkahi mayat isterinya sekarang, karena kebutuhan alamiah sebagai seorang lelaki tak tertahankan.

Nominasi Nobel

Ada cerita yang baru saja bocor dari Setneg. Begitu Setneg menerima telegram bahwa Ramos Horta dan Uskup Agung Belo terpilih untuk menerima Nobel Perdamaian tahun 1996, Moerdiono langsung panik. Benar juga, ia kemudian dipanggil oleh RI-1 dan didamprat habis-habisan, karena dianggap tidak becus melakukan lobby untuk memenangkan Hadiah Nobel bagi Soeharto.
Selidik punya selidik ternyata awal dari prahara ini adalah pada kesalahan seorang staf baru Setneg yang diperintahkan membuat semacam surat usulan ke Panitia Nobel. Karena ia sangat mengagumi Soeharto dan terpesona dengan liputan TV pada saat upacara pemakaman Ibu Negara yang bak prosesi pemakaman keluarga raja itu, ia menyimpulkan bahwa Soeharto adalah bangsawan.
Di application form-nya ditulisnya gelar bangsawan Raden Mas didepan nama beliau, yakni R(aden) M(as) S. Harto yang rupanya salah dibaca oleh Panitia Nobel sebagai singkatan nama Ramos Horta.

Sesama Setan

Setelah bermalam di Musdalifah, Soeharto beserta rombongan dan pengawalnya menuju Mina untuk melempar jumroh sebanyak tiga kali, yang disebut sebagai Ula, Wusta dan Aqobah. Bagian dari ibadat haji ini merupakan simbol dari upaya mengusir setan sebelum ke Masjidil Haram.
Begitu tiba di tempat melempar jumroh pada saat subuh, Pak Harto segera mengambil batu dan melemparkannya kearah tiang tempat setan. Namus Soeharto dan rombongan sangat terkejut begitu batu yang dilemparkannya itu kembali kearah dirinya dari arah kegelapan. Untung anggota Paspampres yang berada di dekat Soeharto sigap menangkapnya.
Setelah bisa menguasai diri, Soeharto kembali mengambil batu dan melemparkannya sekali lagi ke arah tiang. Namun kali ini, batu yang dilempar kembali. Para anggota Paspampres segera menyebar. Semua anggota rombongan tegang. Mereka mengira ada anggota ekstrem kanan yang berniat membunuh Soeharto.
“He, siapa kamu yang melempar batu ke arah presiden? Saya perintahkan keluar. Cepat, atau saya tembak!” teriak kepala Paspampres.
Tunggu punya tunggu tak ada siapa pun yang tampak. Namun, tiba-tiba dari balik kegelapan tempat tiang setan terdengar suara, “He, sesama setan dilarang saling melempar batu!”